REALITAS PELAYANAN MAHASISWA OLEH KM-ITB

Salah satu fungsi KM ITB adalah fungsi pemenuhan kebutuhan mahasiswa, baik anggota pasif maupun anggota aktif. Pemenuhan kebutuhan ini terkait pelayanan KM ITB terhadap beberapa bidang seperti birokrasi, kesejahteraan, event, bahkan kaderisasi. Berdasarkan objek, maka pelayanan ini dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, pelayanan himpunan seperti wisuda, event coordinator, kaderisasi TPB, akses terhadap eksternal ITB, akomodasi aspirasi, pengabdian masyarakat, keprofesian dan sebagainya. Kedua pelayanan unit seperti penyediaan sekre, SDM, pemenuhan aspirasi, dan penyediaan informasi. Ketiga merupakan pelayanan terhadap mahasiswa langsung diluar lembaga seperti beasiswa, advokasi, akademik dan lain-lain. Namun dalam implementasinya asosiasi terhadap lembaga (terutama himpunan) akan lebih banyak dibanding yang lain. Karena itu pembahasan realitas akan dibahas per point.

Kaderisasi

Kaderisasi di ITB merupakan hal penting. Budaya kaderisasi yang sudah ada sejak dulu sampai sekarang merupakan cerminan betapa kaderisasi harus diperhatikan. Rancangan Umum Kaderisasi (RUK) yang telah disepakati oleh massa kampus merupakan bukti bahwa KM ITB ingin mencetak output terbaik hasil kaderisasi mereka. Namun kenyataannya implementasi RUK hanya sebatas formalitas tanpa mendekati esensi sebenarnya. Selain itu belum semua himpunan memahami peran RUK itu seperti apa, bahkan ada yang masih mempertanyakan fungsi RUK. Padahal RUK harusnya menjadi pegangan yang dapat divariasikan oleh himpunan. Sampai saat ini kaderisasi utama masih dipegang oleh himpunan setelah kaderisasi terpusat (OSKM). Kaderisasi di tiap himpunan sangat kuat tergantung kultur dari masing-masing himpunan. Kaderisasi unit bervariasi tergantung kebutuhan, sehingga tidak terlalu menjadi bagian penting dari keseluruhan proses kaderisasi di KM ITB. Permasalahan terjadi pada pengelolaan TPB setelah OSKM (Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa). Belum adanya bentuk baku yang mendasar dalam pengelolaan TPB serta tarik ulur mengenai siapa yang lebih berhak mengelola TPB menjadi hambatan, ditambah lagi persoalan birokrasi. Seharusnya ini menjadi peluang kemahasiswaan terpusat untuk mengambil alih TPB. Bentuk yang cukup ideal ada pada kaderisasi wilayah yang dipegang oleh fakultas red: himpunan yang terkumpul dalam satu fakultas. Keberjalanan kaderisasi wilayah juga terhambat dikarenakan faktor interhimpunan ataupun eksternal seperti perizinan dekanat. Selain itu pola kaderisasi TPB diberlakukan pola kaderisasi mandiri dengan menciptakan student government diantara mereka seperti ketua angkatan dan perangkatnya. Namun ini pun masih memiliki titik lemah dimana TPB masih dianaktirikan dalam pemenuhan aspirasi seperti pencabutan hak TPB untuk memilih Presiden ataupun hak mereka untuk bersuara di forum resmi ITB seperti Forsil dan Formas.

Syukuran Wisuda

Pelayanan himpunan lainnya yang cukup besar adalah penyelenggaraan syukuran wisuda. Gelaran empat bulan ITB yang selalu menarik perhatian baik bagi masyarakat ITB maupun masyarakat Bandung sekitar ITB. Pasalnya pengemasan syukuran wisuda di tiap himpunan selalu menampilkan aksi yang menyita perhatian. Permasalahannya adalah ketika pengemasan itu harus bersinggungan dengan kenyamanan orang atau antar himpunan sendiri, maka yang muncul adalah suatu bentuk anarki yang didasari oleh arogansi antar himpunan. KM ITB harus memahami bahwa saat ini mereka menjadi bagian dari masyarakat kota Bandung yang juga harus menjaga ketertiban Kota Bandung. Namun di sisi lain KM ITB pun harus memahami bahwa mereka memiliki potensi luar biasa dalam menampilkan kemasan syukuran wisuda yang baik, aman, dan menarik. Masih banyak himpunan (yang sebenernya permintaan para wisudawan) yang cukup sulit mengatur diri mereka sendiri, bahkan mereka menganggap “pengaturan” yang dimaksud merupakan bentuk pengekangan terhadap kebebasan mahasiswa. Sampai saat ini belum ada kemajuan yang berarti dari pengelolaan syukuran wisuda. Bahkan kemahasiswaan terpusat bisa kehilangan popularitas ketika syukuran wisuda tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh massa himpunan.

Event Coordinator dan Sistem Informasi

Selain dua hal besar diatas, pelayanan KM ITB yang berkaitan dengan himpunan seperti koordinasi acara besar (event coordinator), keprofesian, sistem informasi, dan pengabdian masyarakat. EC seharusnya dapat menjadi motor utama sinergisasi acara-acara besar di ITB agar menjadi suatu harmonisasi event. KM ITB cukup royal dalam mengadakan acara-acara besar. Kemahasiswaan terpusat saja dapat mengadakan 3 (tiga) perhelatan akbar yang melibatkan dana sekitar ratusan juta tiap mata acara, ratusan panitia, dan puluhan surat perizinan yang harus masuk ke dalam sekertariat SP ITB. Acara himpunan yang juga kadang-kadang melibatkan mahasiswa lain dengan dana yang cukup besar pula, belum lagi acara besar di unit. Disini diperlukan adanya pengaturan baik dari segi SDM (seandainya acara terpusat), alokasi dana, dan juga perizinan pemakaian tempat. Namun bukan berarti mengekang. Yang terjadi saat ini, peran EC hanya sebatas menginformasikan kegiatan tanpa memberi ruang koordinasi yang lebih baik dan efektif. Peran-peran forsil (forum silaturahmi) pun sebatas publikasi kegiatan di tiap himpunan dan setelah itu dibiarkan mengalir dengan sendirinya. Berbicara tentang EC maka tidak lepas dari peran sistem informasi yang ada di ITB. Saat ini peran informasi yang dipegang terpusat cukup terkelola dengan baik dimana propaganda saatu ITB cukup terlihat dimana-mana. Namun itu bukan parameter utama, KM ITB masih sulit bersinergi untuk mau toleran dan berbagi dalam penyediaan informasi. Publikasi antar kegiatan seringkali tumpang tindih dan kurang baik dari segi pengemasan. Kemahasiswaan terpusat saat ini baru mampu mengelola informasi kegiatan-kegiatan terpusat dengan sangat baik. Namun belum mampu untuk mengelola informasi dari seluruh unit dan himpunan. Parameter sederhana dapat dilihat dari pengelolaan publikasi tempel yang acak-acakan.

Keprofesian

Pelayanan terkait keprofesian dan pengabdian masyarakat merupakan hal yang cukup baru sebenarnya. Apalagi semenjak adanya Konferensi Mahasiswa mengenai gerakan Community Development dua sektor pelayanan ini menjadi perbincangan hangatdi seantero kampus terutama di setiap himpunan. Pengabdian masyarakat saat ini menjadi tren di setiap himpunan bahkan program wajib di setiap kepengurusan. Setiap himpunan pun sudah menyadari esensi pengabdian masyarakat yang harus lebih ditingkatkan dari skala services menuju development meskipun masih terbentur dalam perencanaan, dana, dan praktek di lapangan. Berbagai bentuk kerjasama dan jaringan pun sudah mulai terbentuk. Beberapa himpunan sudah ada yang mengadakan pengabdian masyarakat dengan sistem kolaborasi, meskipun tidak banyak. Kelemahannya saat ini adalah kemahasiswaan terpusat seperti himpunan kesekian dalam menjalankan program ini. Program yang terlaksana masih terlihat sporadis dan kurang terkontrol sebagai suatu gerakan. Padahal jika ada pemantauan khusus dari pengabdian masyarakat yag ada di tiap himpunan efeknya akan lebih terlihat seperti gerakan. Karena alangkah sayangnya program yang sudah mendapat apresiasi khusus dari rektorat serta beberapa sponsorship masih terlihat kurang greget. Padahal gerakan ini dapat menjadi isu nasional yang jika diolah dapat mengembalikan kepercayaan bangsa. Untuk keprofesian sebenarnya bukan barang baru di ITB, pengelolaannya pun divariasikan di tiap himpunan. Meskipun bukan barang baru keprofesian terkesan membentuk piramida dimana tahap aplikasi keprofesian (yang sebenarnya sangat diharapkan) diciptakan mahasiswa masih sedikit. Acara keprofesian terbesar masih perhelatan event baik skala nasional maupun internasional yang disusul oleh kompetisi terkait jurusan dan terakhir adalah inovasi murni baru kemudian aplikasi aplikasi.

Unit dan Mahasiswa

Pelayanan terhadap himpunan memang menyita banyak energi. Hampir semua yang ada diatas asosiasinya merupakan himpunan. Pelayanan KM ITB selain himpunan juga terhadap unit dan mahasiswa sendiri. Pelayanan unit biasanya dilakukan untuk memfasilitasi mereka dalam hal penyediaan informasi, kebutuhan sekre, SDM unit, dan birokrasi. Realitanya masih banyak unit yang belum memiliki sekre dan kalopun ada beberapa masih ada yang tidak layak. Forum-forum silaturahmi antar unit saat ini lebih efektif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mungkin ini dipengaruhi oleh tiadanya senator dari unit sehingga mengandalkan forsil sebagai jembatan aspirasi. Perekrutan SDM unit sampai saat ini masih cukup efektif dengan adanya OHU (Open House Unit) yang diadakan bersama dengan OSKM. Terakhir adalah pelayanan tehadap mahasiswa langsung terkait akademik, advokasi, dan beasiswa. Setiap tahunnya KM ITB selalu disibukan dengan adanya advokasi mahasiswa TPB yang nyaris DO. Saat ini cukup efektif dan tak ada masalah, hanya saja beberapa permasalahan personal mahasiswa sulit ditembus oleh lembaga. Pengelolaan beasiswa saat ini hanya sebatas penyediaan informasi, kadangkala mahasiswa mencari sendiri info tersebut. Padahal masih banyak ruang-ruang beasiswa ITB yang bisa dialirkan kepada orang yang lebih tepat dan membutuhkan. Selain itu orientasi beasiswa masih akademik dan ekonomi belum memberi perhatian khusus kepada orang-orang yang aktif di himpunan dan unit.

Realitas Pengembangan Diri di KM ITB

realita pengembangan diri di KM-ITB

Kampus sebagaimana tempat pendidikan lainnya di Indonesia sejatinya merupakan tempat untuk melakukan pengembangan diri. Begitu pun KM ITB yang mewadahi hampir semua unit dan himpunan mahasiswa secara tidak langsung menunjang dalam hal pengembangan diri anggotanya. Hampir di setiap elemen KM –ITB: himpunan, unit, kongres, tim beasiswa, MWA-Wakil Mahasiswa mau tidak mau bertanggung jawab atas pengembangan karakter dan diri mahasiswa untuk kehidupan bangsanya. Hakikatnya setiap aktivitas mahasiswa ITB yang dilakukan di setiap elemen KM ITB merupakan wahana pengembangan diri. Karena itu adalah keniscayaan yang pasti ketika mahasiswa ITB aktif di kemahasiswaan maka ia mampu mengembangkan segenap potensi dirinya dengan baik dan terarah.

Realita kaderisasi dari era ke era

Sebelumnya harus dipahami bahwa kaderisasi sendiri merupakan proses pengembangan diri. Namun untuk subjudul dibawah ini saya coba tekankan mengenai kaderisasi yang dipandang sebagai proses penanaman nilai karena setiap organisasi hakikatnya memiliki nilai yang harus ditanamkan dan dijaga hingga akhirnya setiap anggotanya mampu berembang sesuai dengan nilai yang mereka yakini tersebut. Sejak tahun 70-an kaderisasi ITB merupakan kaderisasi terbaik selain kaderisasi PKI dan ABRI. Hal itu bertahan hingga akhirnya Kampus ITB diduduki dan NKK-BKK diberlakukan sehingga DEMA ITB menjadi beku. Kemudian ketika era 80-an wahana kaderisasi yang tadinya terpusat berpindah ke kantong-kantong himpunan. Disana mahasiswa ITB dibentuk sesuai dengan kultur masing-masing himpunan. Karena itu lulusan ITB pada tahun ini memiliki karakteristik yang bervariasi sesuai dengan dimana tempat ia dikader. Meskipun OSKM terpusat masih tetap ada, hingga tahun 90-an kaderisasi di ITB masih dipusatkan di masing-masing himpunan hingga akhirnya reformasi bergulir ketika tahun 98 sebagai puncak gerakan mahasiswa saat itu. Pasca reformasi, kebutuhan akan kemahasiswaan terpusat kembali muncul. Bahkan pada saat ini TPB (Tahap Persiapan Bersama) belum dijuruskan sesuai jurusannya sehingga HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) belum dapat mengambil alih proses kaderisasi

Pasca reformasi, HMJ masih menjadi wadah kaderisasi utama. Bahkan mulai muncul kesadaran kaderisasi sebagai sesuatu yang harus dipertahankan esensinya, bukan hanya sekedar bungkusnya yang kadang menimbulkan polemik internal. Kaderisasi mulai dipahami sebagai suatu pewarisan nilai positif yang harus dipertahankan dan mengikis nilai-nilai negatif yang tak sesuai dengan perkembangan zaman. Karena itulah pada era ini disusunlah GDK sebagai pedoman output kaderisasi ideal. GDK (Grand Design Kaderisasi) yang disusun secara berjenjang yang dilandasi oleh: Tri Dharma Perguruan Tinggi, Konsepsi KM-ITB, AD/ART KM ITB, filosofi pendidikan, sejarah pendidikan, dan ITB sebagai institusi pendidikan. Bentuk GDK tidaklah baku karena masih terlalu ideal dan harapannya masing-masing elemen KM-ITB menjadi sarana untuk mencapai output yang dicantumkan dalam GDK. GDK tidak mengatur hal teknis, apalagi dalam tataran lapangan. Semua mekanisme kaderisasi diserahkan kepada subjek dan objek kaderisasi. GDK hanya menjaga tatanan nilai yang mmendasari pengembangan diri mahasiswa ITB.

Meski begitu, masih ada yang menganggap bahwa GDK hanyalah pepesan kosong. Hanya sebuah draft yang tidak begitu penting. Masih banyak diantara elemen KM ITB yang justru mempertanyakan kembali keutuhan GDK. Padahal sebenernya mereka sendiri belum begitu memahami kenapa harus ada grand design, kenapa harus ada bentuk penjagaan nilai pengembangan diri, dsb.

Lika-liku era sekarang

Saat ini kaderisasi pun mengalami masalah yang cukup menantang dimana tarik-menarik akan gaya-metode lama dan perkembangan zaman. Memang hampir semua lembaga telah meninggalakan gaya lama kaderisasi, namun tidak dapat dipungkiri adanya metode lama yang sebenernya tidak efektif yang masih dipertahankan dengan alasan “sudah budaya kami”. meskipun begitu hampir semua lembaga memahami esensi kaderisasi yang sesungguhnya dan dengan menggunakan metode yang tepat dan bijak. Namun itu tidak menjamin kemudahan dalam hal birokrasi. Mahasiswa tetap saja mengalami kesulitan ketika ingin mengajukan suatu event atau acara kaderisasi mereka hanya karena frame kaderisasi di mata para birokrat kampus (dosen dan perangkat rektorat) masih negatif. Seringkali acara kaderisasi mengalami masalah dalam hal perizinan padahal konten yang diterapkan saat ini berbeda dengan masa lalu ketika kaderisasi bersifat keras dan senioritas. Dari sisi mahasiswa seringkali mereka mengadakan kebohongan kecil mengenai konten acara yang diberikan. Baik itu diganti namanya, ada bagian acara yang dirahasiakan, bahkan ada yang memasukkan peserta kaderisasi sebagai panitia agar terlihat acara bersama. Ini berbahaya karena bisa memunculkan stigma negatif tentang kaderisasi yang terus menerus sedangkan dari sisi mahasiswa akan mengajarkan untuk prinsip berbohong itu pebnting pada kondisi darurat atau bahkan mahasiswa akan memiliki mental penipu dan merekayasa sesuatu yag seharusnya tidak mereka rekayasa red:melanggar hukum. Diperlukan adanya komunikasi dua arah dan kematangan berfikir dari kedua belah pihak mengenai pentingnya kaderisasi. Bagaiamnapun juga, kampus ITB besar karena adanya kaderisasi yang kuat dan kokoh.

Krisis keteladanan juga mulai menjamur di seluk-beluk kampus. Hal ini terjadi ketika seorang pengkader tidak lagi konsisten terhadap apa yang dikatakannya. Hal inilah yang menyebabkan kaderisasi bersifat ceremonial saja tanpa ada perubahan yang menuju kebaikan di setiap generasi. Hanya sekadar event tahunan tanpa memiliki goal yang jelas dalam merubah peradaban bangsa.

Bentuk Kaderisasi Sebagai Sarana Pengembangan Diri

Secara umum bentuk kaderisasi yang ada di masing-masing element KM ITB ada dua. Pertama merupakan kaderisasi event, yang dilakukan dalam suatu acara khusus dan waktu tertentu. Kedua, adalah kaderisasi non-event yang dilakukan selama keaktifan anggota di masing-masing elemen KM ITB.  Kaderisasi event memiliki beberapa kelebihan dikarenakan kultur di beberapa lembaga red:elemen yang cukup mengakar untuk mengadakan kaderisasi seperti ini. Sehingga di setiap kepengurusan lembaga harus proker kaderisasi event atau biasa dikenal dengan osjur (orientasi jurusan) pasi selalu ada dan menjadi sorotan. Selain itu kaderisasi seperti ini dapat diarahkan sehingga terukur, mulai dari perancangan materi, input-proses-output, hingga tataran teknis memiliki parameter-parameter yang cukup jelas. Kemahasiswaan terpusat juga memiliki peran yang sangat penting dalam kaderisasi jenis ini. OSKM (Orientasi Studi Kemahasiswaan Terpusat) berperan -meskipun sebatas impresi- untuk memberikan nilai-nilai kemahasiswaan ITB secara intens. Disinilah seorang mahasiswa yang masih awam tentang dunia kemahasiswaan dipahamkan tentang kampusnya, tentang perannya, tentang posisinya, dan tentang potensinya sebagai mahasiswa.

Namun dalam pemenuhannya seringkali kaderisasi event ini kurang komprehensif dalam hal penanaman nilai. Nilai yang ditanamkan masih berkisar antara kekompakkan, kekeluargaan, militansi sedangkan nilai-nilai kebangsaan, pengabdian masyarakat, dan akademik profesi masih belum ditanamkan di beberapa kaderisasi HMJ (osjur). Bahkan untuk konten rohani pun seperti diabaikan. Idealnya di setiap HMJ memiliki GDK masing-masing yang sesuai dengan kultur dan lingkungannya, yang juga berpijak dengan GDK pusat KM ITB

Hal utama yang harus dievaluasi adalah ketika kaderisasi di KM ITB masih berkutat pada output kaderisasi dibandingkan proses kaderisasi. Padahal orientasi output akan dapat mengabaikan potensi kader yang tumbuh ketika itu. Orientasi output juga akan mengabaikan kader-kader yang sebenernya potensial namun belum matang. Sedangan melalui orientasi proses kita tidak akan tergantung oleh input kader yang ada sehingga lebih menitikberatkan terhadap sistem kaderisasi yang harus selalu dinamis. Apapun kader yang masuk, mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri sebaik-baiknya.

Bentuk kaderisasi yang kedua merupakan kaderisasi non-event. Kaderisasi ini dilakukan di masing-masing HMJ yang secara kultural dan dalam jangka waktu yang lebih lama. Implementasinya seperti magang, kepanitiaan di suatu lembaga (HMJ,Unit,Kabinet), acara keprofesian dan kajian-kajian di masing-masing lembaga. Kaderisasi ini sangat penting mengingat disinilah sesungguhnya mahasiswa akan mengalami pengembangan diri yang sebenarnya. Mereka akan mengaplikasikan nilai-nilai yang diberikan selama kaderisasi yang bersifat event dalam dunia nyata. Konsistensi mahasiswa serta