Realitas Pengembangan Diri di KM ITB

realita pengembangan diri di KM-ITB

Kampus sebagaimana tempat pendidikan lainnya di Indonesia sejatinya merupakan tempat untuk melakukan pengembangan diri. Begitu pun KM ITB yang mewadahi hampir semua unit dan himpunan mahasiswa secara tidak langsung menunjang dalam hal pengembangan diri anggotanya. Hampir di setiap elemen KM –ITB: himpunan, unit, kongres, tim beasiswa, MWA-Wakil Mahasiswa mau tidak mau bertanggung jawab atas pengembangan karakter dan diri mahasiswa untuk kehidupan bangsanya. Hakikatnya setiap aktivitas mahasiswa ITB yang dilakukan di setiap elemen KM ITB merupakan wahana pengembangan diri. Karena itu adalah keniscayaan yang pasti ketika mahasiswa ITB aktif di kemahasiswaan maka ia mampu mengembangkan segenap potensi dirinya dengan baik dan terarah.

Realita kaderisasi dari era ke era

Sebelumnya harus dipahami bahwa kaderisasi sendiri merupakan proses pengembangan diri. Namun untuk subjudul dibawah ini saya coba tekankan mengenai kaderisasi yang dipandang sebagai proses penanaman nilai karena setiap organisasi hakikatnya memiliki nilai yang harus ditanamkan dan dijaga hingga akhirnya setiap anggotanya mampu berembang sesuai dengan nilai yang mereka yakini tersebut. Sejak tahun 70-an kaderisasi ITB merupakan kaderisasi terbaik selain kaderisasi PKI dan ABRI. Hal itu bertahan hingga akhirnya Kampus ITB diduduki dan NKK-BKK diberlakukan sehingga DEMA ITB menjadi beku. Kemudian ketika era 80-an wahana kaderisasi yang tadinya terpusat berpindah ke kantong-kantong himpunan. Disana mahasiswa ITB dibentuk sesuai dengan kultur masing-masing himpunan. Karena itu lulusan ITB pada tahun ini memiliki karakteristik yang bervariasi sesuai dengan dimana tempat ia dikader. Meskipun OSKM terpusat masih tetap ada, hingga tahun 90-an kaderisasi di ITB masih dipusatkan di masing-masing himpunan hingga akhirnya reformasi bergulir ketika tahun 98 sebagai puncak gerakan mahasiswa saat itu. Pasca reformasi, kebutuhan akan kemahasiswaan terpusat kembali muncul. Bahkan pada saat ini TPB (Tahap Persiapan Bersama) belum dijuruskan sesuai jurusannya sehingga HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) belum dapat mengambil alih proses kaderisasi

Pasca reformasi, HMJ masih menjadi wadah kaderisasi utama. Bahkan mulai muncul kesadaran kaderisasi sebagai sesuatu yang harus dipertahankan esensinya, bukan hanya sekedar bungkusnya yang kadang menimbulkan polemik internal. Kaderisasi mulai dipahami sebagai suatu pewarisan nilai positif yang harus dipertahankan dan mengikis nilai-nilai negatif yang tak sesuai dengan perkembangan zaman. Karena itulah pada era ini disusunlah GDK sebagai pedoman output kaderisasi ideal. GDK (Grand Design Kaderisasi) yang disusun secara berjenjang yang dilandasi oleh: Tri Dharma Perguruan Tinggi, Konsepsi KM-ITB, AD/ART KM ITB, filosofi pendidikan, sejarah pendidikan, dan ITB sebagai institusi pendidikan. Bentuk GDK tidaklah baku karena masih terlalu ideal dan harapannya masing-masing elemen KM-ITB menjadi sarana untuk mencapai output yang dicantumkan dalam GDK. GDK tidak mengatur hal teknis, apalagi dalam tataran lapangan. Semua mekanisme kaderisasi diserahkan kepada subjek dan objek kaderisasi. GDK hanya menjaga tatanan nilai yang mmendasari pengembangan diri mahasiswa ITB.

Meski begitu, masih ada yang menganggap bahwa GDK hanyalah pepesan kosong. Hanya sebuah draft yang tidak begitu penting. Masih banyak diantara elemen KM ITB yang justru mempertanyakan kembali keutuhan GDK. Padahal sebenernya mereka sendiri belum begitu memahami kenapa harus ada grand design, kenapa harus ada bentuk penjagaan nilai pengembangan diri, dsb.

Lika-liku era sekarang

Saat ini kaderisasi pun mengalami masalah yang cukup menantang dimana tarik-menarik akan gaya-metode lama dan perkembangan zaman. Memang hampir semua lembaga telah meninggalakan gaya lama kaderisasi, namun tidak dapat dipungkiri adanya metode lama yang sebenernya tidak efektif yang masih dipertahankan dengan alasan “sudah budaya kami”. meskipun begitu hampir semua lembaga memahami esensi kaderisasi yang sesungguhnya dan dengan menggunakan metode yang tepat dan bijak. Namun itu tidak menjamin kemudahan dalam hal birokrasi. Mahasiswa tetap saja mengalami kesulitan ketika ingin mengajukan suatu event atau acara kaderisasi mereka hanya karena frame kaderisasi di mata para birokrat kampus (dosen dan perangkat rektorat) masih negatif. Seringkali acara kaderisasi mengalami masalah dalam hal perizinan padahal konten yang diterapkan saat ini berbeda dengan masa lalu ketika kaderisasi bersifat keras dan senioritas. Dari sisi mahasiswa seringkali mereka mengadakan kebohongan kecil mengenai konten acara yang diberikan. Baik itu diganti namanya, ada bagian acara yang dirahasiakan, bahkan ada yang memasukkan peserta kaderisasi sebagai panitia agar terlihat acara bersama. Ini berbahaya karena bisa memunculkan stigma negatif tentang kaderisasi yang terus menerus sedangkan dari sisi mahasiswa akan mengajarkan untuk prinsip berbohong itu pebnting pada kondisi darurat atau bahkan mahasiswa akan memiliki mental penipu dan merekayasa sesuatu yag seharusnya tidak mereka rekayasa red:melanggar hukum. Diperlukan adanya komunikasi dua arah dan kematangan berfikir dari kedua belah pihak mengenai pentingnya kaderisasi. Bagaiamnapun juga, kampus ITB besar karena adanya kaderisasi yang kuat dan kokoh.

Krisis keteladanan juga mulai menjamur di seluk-beluk kampus. Hal ini terjadi ketika seorang pengkader tidak lagi konsisten terhadap apa yang dikatakannya. Hal inilah yang menyebabkan kaderisasi bersifat ceremonial saja tanpa ada perubahan yang menuju kebaikan di setiap generasi. Hanya sekadar event tahunan tanpa memiliki goal yang jelas dalam merubah peradaban bangsa.

Bentuk Kaderisasi Sebagai Sarana Pengembangan Diri

Secara umum bentuk kaderisasi yang ada di masing-masing element KM ITB ada dua. Pertama merupakan kaderisasi event, yang dilakukan dalam suatu acara khusus dan waktu tertentu. Kedua, adalah kaderisasi non-event yang dilakukan selama keaktifan anggota di masing-masing elemen KM ITB.  Kaderisasi event memiliki beberapa kelebihan dikarenakan kultur di beberapa lembaga red:elemen yang cukup mengakar untuk mengadakan kaderisasi seperti ini. Sehingga di setiap kepengurusan lembaga harus proker kaderisasi event atau biasa dikenal dengan osjur (orientasi jurusan) pasi selalu ada dan menjadi sorotan. Selain itu kaderisasi seperti ini dapat diarahkan sehingga terukur, mulai dari perancangan materi, input-proses-output, hingga tataran teknis memiliki parameter-parameter yang cukup jelas. Kemahasiswaan terpusat juga memiliki peran yang sangat penting dalam kaderisasi jenis ini. OSKM (Orientasi Studi Kemahasiswaan Terpusat) berperan -meskipun sebatas impresi- untuk memberikan nilai-nilai kemahasiswaan ITB secara intens. Disinilah seorang mahasiswa yang masih awam tentang dunia kemahasiswaan dipahamkan tentang kampusnya, tentang perannya, tentang posisinya, dan tentang potensinya sebagai mahasiswa.

Namun dalam pemenuhannya seringkali kaderisasi event ini kurang komprehensif dalam hal penanaman nilai. Nilai yang ditanamkan masih berkisar antara kekompakkan, kekeluargaan, militansi sedangkan nilai-nilai kebangsaan, pengabdian masyarakat, dan akademik profesi masih belum ditanamkan di beberapa kaderisasi HMJ (osjur). Bahkan untuk konten rohani pun seperti diabaikan. Idealnya di setiap HMJ memiliki GDK masing-masing yang sesuai dengan kultur dan lingkungannya, yang juga berpijak dengan GDK pusat KM ITB

Hal utama yang harus dievaluasi adalah ketika kaderisasi di KM ITB masih berkutat pada output kaderisasi dibandingkan proses kaderisasi. Padahal orientasi output akan dapat mengabaikan potensi kader yang tumbuh ketika itu. Orientasi output juga akan mengabaikan kader-kader yang sebenernya potensial namun belum matang. Sedangan melalui orientasi proses kita tidak akan tergantung oleh input kader yang ada sehingga lebih menitikberatkan terhadap sistem kaderisasi yang harus selalu dinamis. Apapun kader yang masuk, mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri sebaik-baiknya.

Bentuk kaderisasi yang kedua merupakan kaderisasi non-event. Kaderisasi ini dilakukan di masing-masing HMJ yang secara kultural dan dalam jangka waktu yang lebih lama. Implementasinya seperti magang, kepanitiaan di suatu lembaga (HMJ,Unit,Kabinet), acara keprofesian dan kajian-kajian di masing-masing lembaga. Kaderisasi ini sangat penting mengingat disinilah sesungguhnya mahasiswa akan mengalami pengembangan diri yang sebenarnya. Mereka akan mengaplikasikan nilai-nilai yang diberikan selama kaderisasi yang bersifat event dalam dunia nyata. Konsistensi mahasiswa serta